Keterampilan Eksekusi Komunikasi Jadi Kunci Kampanye Antikorupsi yang Berdampak
JAKARTA, 4 Juni 2025 – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menggelar Webinar Capacity Building Seri 3 dalam rangkaian Program Pariwara Antikorupsi 2025, kali ini dengan mengangkat tema “Keterampilan Eksekusi Komunikasi: Kunci Keberhasilan Kampanye Antikorupsi.” Diselenggarakan secara daring melalui Zoom dan kanal YouTube KPK RI serta Suara Antikorupsi, kegiatan ini dirancang untuk memperkuat kapasitas para pelaksana kampanye antikorupsi di berbagai daerah.
Webinar ini diikuti oleh lebih dari 2.000 peserta dari berbagai instansi pemerintah daerah dan BUMD yang tersebar di 38 provinsi di seluruh Indonesia. Berdasarkan data partisipasi, sebanyak 61,1% peserta menyaksikan melalui kanal YouTube Suara Antikorupsi dan KPK RI, sementara 38,9% mengikuti secara langsung melalui Zoom Webinar.
Kegiatan ini menghadirkan dua pembicara dari latar belakang yang saling melengkapi: Chrystelina GS, Kepala Bagian Pelayanan Informasi dan Komunikasi Publik (PIKP) KPK, dan Lembu Wiworo Jati, Executive Creative Director di Finch, bagian dari Future Creative Network. Keduanya berbagi wawasan praktis dan inspiratif dalam merancang dan mengeksekusi kampanye sosial yang kuat, tepat sasaran, dan berkelanjutan.
Dalam pengantarnya, Dotty Rahmatiasih, Kepala Satuan Tugas 3 Direktorat Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi, menjelaskan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari upaya meningkatkan kapasitas komunikasi instansi peserta Program Pariwara, yang kini memasuki masa pelaksanaan kampanye hingga September 2025. Ia mendorong Pemerintah Daerah dan BUMD untuk mulai mengimplementasikan pesan antikorupsi melalui berbagai kanal komunikasi lokal, baik digital maupun konvensional.
Chrystelina menekankan pentingnya mengemas isu menjadi pesan yang komunikatif dan menyebarkannya melalui media yang partisipatif. “Komunikasi publik yang efektif tidak hanya informatif, tapi juga harus mengajak. Gunakan media sosial sebagai ruang dialog, bukan sekadar papan pengumuman,” ujarnya.
Sementara itu, Lembu mengajak peserta untuk lebih berani mengeksekusi ide-ide kreatif secara otentik. Dengan gaya penyampaian yang santai namun tajam, ia menekankan bahwa kampanye yang kuat bukanlah yang terdengar rumit, melainkan yang terasa dekat dan membumi. Ia bahkan mencontohkan bagaimana celotehan sederhana seperti “bawang goreng dikorupsi” di warung bubur bisa menjadi pintu masuk membicarakan nilai-nilai integritas. “Kampanye bukan soal viral atau tidak, tapi apakah pesannya nyantol dan bikin orang mikir,” ungkapnya.
Sejumlah peserta dari berbagai instansi seperti PT PASE Energi (Aceh Utara), Perumda Tirta Pawan (Ketapang), Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Lamongan, hingga Inspektorat Bengkulu Selatan aktif mengajukan pertanyaan. Isu-isu yang dibahas pun beragam: mulai dari membangun kepercayaan publik, membumikan kampanye di tengah masyarakat yang apatis, hingga strategi menyasar pengambil keputusan di sektor publik dan swasta.
Menanggapi hal tersebut, Chrystelina menegaskan bahwa kelelahan publik terhadap isu korupsi adalah hal yang wajar, namun para komunikator publik tidak boleh menyerah. “Tugas kita justru terus menyalakan api. Kalau satu pendekatan tidak berhasil, coba cara lain. Jangan lelah berinovasi,” tuturnya. Lembu pun menambahkan bahwa kunci kampanye yang berhasil terletak pada keberanian untuk menyesuaikan pesan dengan kultur audiens, terutama generasi muda. “Kalau kita tidak dikelilingi anak muda, kita tidak tahu apa yang relevan buat mereka,” ujarnya.
Sebagai bentuk apresiasi, KPK membagikan merchandise eksklusif kepada peserta aktif dan penanya terpilih, serta menyediakan sertifikat elektronik bagi peserta yang mengikuti webinar secara lengkap. Seluruh kegiatan ini merupakan bagian dari proses penguatan kapasitas menjelang masa pelaksanaan kampanye Pariwara Antikorupsi 2025 yang berlangsung hingga September mendatang.
Webinar ditutup dengan pesan yang menggugah dari para narasumber. “Jangan tunggu ide besar. Mulailah dari hal kecil yang menyentuh rasa keadilan,” ucap Chrystelina. Sedangkan Lembu menegaskan, “Pariwara bukan soal lomba, tapi soal menyuarakan nilai. Kalau bisa menyentuh orang lain, itu sudah cukup bermakna.”