Webinar Seri 2 Pariwara Antikorupsi 2025

Mengemas gagasan menjadi pesan kampanye publik yang menyentuh hati jadi kunci dalam membangun budaya integritas.

Dalam rangka memperkuat kapasitas Pemerintah Daerah dan BUMD dalam menyebarkan pesan antikorupsi yang berdampak, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Direktorat Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi menyelenggarakan Webinar Seri 2 Program Pariwara Antikorupsi 2025 pada Rabu, 28 Mei 2025. Mengusung tema “Mengemas Gagasan menjadi Pesan Kampanye Publik yang Efektif”, kegiatan ini berlangsung secara daring melalui Zoom dan disiarkan langsung di kanal YouTube Suara Antikorupsi dan KPK RI.

Webinar ini menghadirkan dua narasumber berkompeten, yakni Rangga Immanuel, Executive Creative Director dari Dentsu Creative Indonesia, serta Lela Luana, Analis Tindak Pidana Korupsi KPK. Keduanya berbagi pengalaman dan strategi dalam merancang kampanye yang tidak hanya menarik secara visual, tetapi juga menyentuh sisi emosional audiens. Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi KPK, Amir Arief, membuka webinar dengan menekankan bahwa kampanye antikorupsi harus mampu bersaing di tengah derasnya informasi publik. “Pesan antikorupsi tidak cukup hanya keras, tapi juga harus cerdas. Kita sedang menghadapi masyarakat yang makin canggih dan selektif dalam menerima informasi, maka pendekatannya juga harus kreatif, kontekstual, dan membumi,” ujar Amir.

Lela Luana membagikan pendekatan KPK melalui akun Literasi Gratifikasi yang kini aktif menjangkau publik dengan konten edukatif berbasis kasus nyata. Ia mencontohkan bagaimana isu pemberian hadiah kepada guru atau konsumsi dalam sidang akademik bisa dikemas sebagai materi literasi yang ringan namun mengedukasi. “Gratifikasi tampaknya sepele, tapi dampaknya bisa sangat besar. Kita harus mulai meluruskan persepsi dari hal-hal kecil yang dianggap wajar tapi berpotensi melanggar,” jelas Lela. Ia menambahkan, pelibatan Inspektorat Daerah bersama unit kerja sangat penting dalam menciptakan budaya antikorupsi agar tidak terbentuk budaya yang permisif terhadap gratifikasi.

Sementara itu, Rangga Immanuel menekankan pentingnya merancang kampanye dengan pendekatan berbasis emosi. Menurutnya, pesan kampanye akan lebih mengena jika mampu menangkap rasa yang dialami audiens, seperti perasaan tidak berdaya atau curiga terhadap sistem. “Kalau masyarakat merasa powerless, jangan lawan dengan pesan yang galak. Tangkap rasa itu, lalu ubah jadi pesan yang memberdayakan. Jangan cuma bilang ‘tolak gratifikasi’, tapi katakan ‘kami tidak terima uang, tapi kami siap mendengarkan’,” tutur Rangga. Ia juga menekankan pentingnya menyederhanakan pesan dan memberikan practical value, seperti memperjelas SOP atau menghadirkan pesan-pesan langsung saat masyarakat mengakses layanan publik.

Sesi tanya jawab dalam webinar ini juga berlangsung hangat. Peserta dari berbagai daerah mengangkat persoalan lapangan seperti pemberian konsumsi di kampus, gratifikasi di sekolah, hingga pertanyaan tentang batas nominal gratifikasi. Seorang peserta dari Manokwari bertanya bagaimana pelibatan Inspektorat dan komite sekolah dalam mencegah gratifikasi di dunia pendidikan. Lela menjelaskan bahwa KPK telah menjalin kerja sama dengan berbagai pihak, termasuk Inspektorat, untuk membangun ekosistem pendidikan yang berintegritas. Adapun pertanyaan seputar batasan nilai gratifikasi dijawab dengan merujuk pada ketentuan yang berlaku, yakni Rp1 juta untuk kegiatan sosial dan budaya, serta Rp200–300 ribu antar sesama rekan kerja, dengan catatan tidak ada konflik kepentingan.

Menanggapi tantangan dalam membangun kampanye publik tanpa insentif material, Rangga menyampaikan bahwa kebanggaan sosial dapat dibangun melalui narasi yang menyentuh dan rasa kepemilikan terhadap gerakan. Ia mencontohkan kampanye Korupsong yang dibuat secara pro bono oleh insan kreatif, tanpa anggaran namun berdampak luas karena dikerjakan dengan semangat bersama. “Kita harus percaya bahwa yang kita buat bukan hanya benar, tapi juga spesial. Kampanye antikorupsi bisa dibangun dari rasa bangga menjadi bagian dari perubahan,” katanya. Menutup sesi, ia mengingatkan pentingnya menyampaikan pesan dengan cara yang adaptif dan jujur. “Dalam berkomunikasi selalu dua arah. Ketika ada cara atau penyampaian yang harus diubah, mari kita belajar dan menyesuaikan diri. Dan ingat, jangan ada pesan yang dikorupsi,” tutup Rangga.

Menambah semangat partisipasi, di akhir sesi webinar panitia juga memberikan apresiasi berupa merchandise antikorupsi menarik kepada penanya terpilih serta peserta acak yang dipilih melalui fitur spin wheel. Antusiasme peserta terlihat dari jumlah pertanyaan yang masuk serta interaksi aktif sepanjang sesi berlangsung.

Webinar ini menjadi ruang refleksi dan aksi untuk menyatukan pemahaman, membangun kreativitas, dan merancang strategi komunikasi antikorupsi yang lebih berdampak. Melalui diskusi yang inspiratif dan partisipasi aktif peserta dari berbagai daerah, KPK berharap kampanye Pariwara Antikorupsi 2025 dapat terus menggerakkan semangat integritas di seluruh penjuru Indonesia